Bagian Sembilan: Jalan-jalan Malam di Tengah Hujan
Wah sudah lama sekali
tidak menulis. Hampir sebulan lebih. Thanks
to pubg which made me too lazy to write
lately. Langsung saja..
Kebiasaan
mengulur-ngulur waktu nampaknya memang sudah melekat sekali pada diriku.
Terbukti dari tugas Jurnalistik yang seharusnya kukerjakan tadi sore setelah
kondangan, justru kuulur lagi dengan alasan ingin tidur sebentar. Sungguh,
rasanya tubuh ini seperti ditumbuk berkali-kali. Remuk. Sebuah resiko yang
harus kutanggungt karena kurang mendapat tidur yang nyenyak kemarin malam.
Setelah terbangun sekitar jam 7, aku menyiapkan makan
terlebih dahulu karena cacing-cacing dalam perut sudah mulai bergemuruh. Tentu,
dengan menu favoritku akhir-akhir ini yang kuulang berkali-kali, oatmeal telur ditambah ikan patin rebus.
Dan tentu saja ... tiga siung bawang putih cincang kesukaanku.
Setelah menuntaskan urusan perut yang tadinya rewel, aku
mulai nawaitu membuka laptop yang
nampaknya sudah mulai usang—terbukti dengan beberapa butiran sisa lulurku yang
menempel bak serpihan salju yang menghiasi laptopku dengan ciamik. Cielah, ciamik katanya.
Tugas menulis berita yang awalnya hanya diberi instruksi
untuk menulis minimal lima paragraf,
justru berakhir menjadi enam belas paragraf. Singkat cerita, menulis berita
sambil sedikit-sedikit mengingat apa yang dia katakan seminggu yang lalu cukup
memakan waktu. Tak terasa, begitu melirik jam, angka menunjuk ke arah setengah
10.
Saat kudengar rintik-rintik hujan yang menempa atap
rumah, aku tahu kalau diluar masih hujan. Gerimis lebih tepatnya. Namun gerimis
kali ini termasuk yang sangat mampu membuat sekujur baju dan tubuhmu basah
kalau terkena hujan terlalu lama.
Setelah beberapa saat memantapkan niat, walaupun sudah
diingatkan temanku untuk tetap berdiam dirumah dan menitipkan tugas pada
temanku, aku bersikeras. Aku tahu berbagai macam resiko bisa saja langsung
menimpaku, seperti tergelincir atau bahkan sakit demam. Namun tetap tak
kuhirau, aku ingin keluar. Aku butuh
keluar.
Seusai mencetak
tugas diseputaran wilayah kampusku yang untungnya masih buka, aku pun segera
melajukan upy untuk mengisi bensin di
pom 24 jam Jalan Bhayangkara. Melewati M. Yamin dan simpang Lembuswana yang
mulai sepi, aku mulai berjoget-joget ria ditemani lagu Beyonce dan Mariah Carey
di sepanjang jalan. Bodo amat mau
diliatin. Untung aku pakai masker. Hahaha.
Begitu memutar di Jalan Kusuma Bangsa, dengan lagu We Belong Together – Mariah Carey yang
bagian terakhirnya bernada cukup tinggi, dengan leluasa aku berteriak bebas
menyanyikan sesuka hati. Sampai ada satu bapak-bapak yang sedang duduk di
pinggir Balaikota yang memandangiku aneh hahaha. I really enjoy the time I had with myself tonight.
Ketika bensinku
sudah penuh terisi, hujan pun mulai reda. Awalnya, aku berpikir lucky me, hujannya mulai berhenti. Namun
sesaat setelah itu, aku tersadar bahwa aku juga merasa sedikit kecewa karena
yang kucari diperjalanan malam ini adalah suasana hujan dimalam hari. Maklum,
aku memang *petrichor sejati dan
pecinta lampu jalan malam.
Ini adalah salah satu foto yang iseng kuambil ketika aku berhenti di Taman Samarendah:
Aku lalu memutuskan membeli kebab untuk Kakakku yang
sedang menunggu dirumah, lalu memutari kawasan Pasar Pagi sampai Citra Niaga
sebelum memutar lagi di wilayah SCP dan berakhir di Tepian. Jalan yang tak bosan-bosannya kulalui saat
malam menjelang. Begitu sampai di Tepian, tepatnya di dekat pom bensin,
kurasakan tenagaku untuk menyanyi ria sudah mulai sirna. Mataku mulai kering
dan tenggorokan mulai cekat tanda butuh cairan—tanda aku harus bergegas pulang.
Saat di jalan menuju rumah, entah kenapa lagu yang
terputar kebetulan adalah lagu-lagu
Mariah Carey yang slow dan super
bikin ngantuk. Waduh modar, batinku.
Makin menjadi-jadi aja mata ini sayup-sayup menatap jalan.
Tapi memang kuakui, rasanya sudah cukup lama aku tidak
menghirup udara malam yang benar-benar ‘malam’ seperti tadi. Apalagi ditambah
aroma hujan yang menghempas tanah. Duh, sempurna sekali rasanya. Seingatku,
terakhir aku punya banyak waktu untuk berjalan-jalan malam seperti tadi adalah
ketika SMA sepulang les—karena aku mengambil kelas malam sampai jam 9, setelah
itu kupergunakan untuk berkeliling sebentar sampai rasa kantukku tiba.
Aku merasa saat-saat diriku paling
membutuhkan jalan-jalan malam adalah ketika aku mulai dihantui banyak pikiran
entah itu positif ketika diriku terlalu senang ataupun sebaliknya, negatif
ketika diriku sedih atau just simply,
feeling lost. Terkadang juga aku membutuhkan jalan malam untuk menghapal
beberapa lagu—biasanya setelah memperbarui playlist
di spotify. Dan salah satu alasan
yang paling kujumpai: ketika diriku membutuhkan waktu untuk sendiri. Ketika aku
terlalu banyak bersosialisasi dan lepas ditengah hiruk-pikuk orang-orang, aku
akan mencari waktu untuk diriku sendiri. I
should and I will put myself first above everything.
Tidak,
aku bukan seorang introvert. Namun
aku juga tidak sepenuhnya extrovert. I’m more like something in between. Aku
menyadari kalau aku adalah golongan extro
yang paling intro. If that even make sense.
Dikarenakan jam perlahan mulai
menyentuh angka 11, aku menyadari bahwa jalan memang berangsur-angsur menyepi.
Hal ini tentu saja kumanfaatkan untuk memacu upi agar melaju lebih kencang. Mengabaikan fakta bahwa kedua
telapak tanganku mulai berkurang suhunya walaupun secara fisik, aku tidak
kedinginan. Hanya tanganku saja.
Sesampainya di Jalan Damanhuri—jalan
rumahku yang super gelap dan lumayan ngeri kalau malam, apalagi disekitar
tanjakan naik perumahanku—mau tidak mau aku harus mengarahkan kedua spionku ke
arah belakang. Aku memang memiliki hobi mengarahkan spion langsung ke wajahku
agar aku tidak terlalu merasa sendirian—bahkan tak jarang kedua spion
sekaligus, mungkin dipengaruhi oleh kadar narsisme yang terkadang memuncak.
Haha.
Dan begitu tiba di depan pagar
rumah, lengkap sudah bahagia sederhanaku malam ini begitu melihat Mimi, kucing kecil pendatang baru yang
menetap di rumahku sudah siap menyambut di depan pagar.
Mimi
yang mengeong menyambutku pulang mengakhiri jalan-jalan singkat ditengah
hujanku malam ini. Terimakasih Tuhan atas kebahagiaan kecil yang tak
henti-hentinya Kau berikan padaku ♥
*petrichor (/ˈpɛtrᵻkɔər/)) adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering.
*petrichor (/ˈpɛtrᵻkɔər/)) adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering.
Senin,
25 Maret 2019//00:50
Ismiwu.
Komentar
Posting Komentar