Bagian Tujuh: Terlahir Menjadi Kidal



Sebanyak 10% dari populasi manusia di dunia adalah Kidal—yang artinya kiri dari lahir—atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut lefthanded. Dan aku, termasuk salah satunya. Tentu disatu sisi aku boleh saja menyebut diriku langka. Namun disisi lain, aku tetap tergolong sebagai minoritas.

            Menjadi minoritas karena terlahir kidal di negara penganut adat ketimuran seperti Indonesia memang susah-susah gampang. Apalagi tangan kiri seringkali dikait-kaitkan dengan sebutan ‘tangan jelek’. Sedangkan kembarannya, tangan kanan, selalu dielu-elukan dengan julukan ‘tangan manis’. Duh, macam anak tiri aja si tangan kiri ini.

            Parahnya, dalam ajaran agama, melakukan sesuatu dengan tangan kiri bahkan tidak jarang disebut tangan ‘setan’. “Tidak boleh makan pakai tangan kiri, tangan kiri tangannya setan,” begitu kata orang tua kebanyakan. Yaampuuuun. Ingin aku menangis jejeritan dalam hati. Tangan kiri juga ciptaan Allah kok. Hanya saja Rasulullah lebih menyunnahkan sisi sebelah kanan. Iya kan?

            Aku ingat betul bagaimana ceritanya aku bisa menjadi Kidal (dalam hal tulis menulis). Jadi, waktu itu aku masih duduk dibangku TK nol besar, umurku masih lima tahun, dikelas B. Aku sedang diajari Bunda (panggilan untuk Guru di TK) menulis di buku latihan. Aku duduk melingkar di sebuah meja dengan beberapa teman sebayaku yang lain. Namun, waktu itu Bunda sedang duduk di depanku karena aku dianggap memiliki ‘kendala’ karena belum bisa menulis dengan lancar. Aku ingat betul, sedari kecil, fokusku sangat mudah terpecah-belah begitu aku bosan (kebiasaan jelek yang masih kulakukan sampai sekarang). Daaan, karena aku nggak bisa-bisa nyoba nulis tangan kanan—tangan kananku selalu kaku begitu menggenggam pensil—lama-lama aku bosen. Aku noleh kanan noleh kiri hahaha. Ya ibaratnya nggak kondusif deh. Grasak-grusuk terus. Aku bener-bener salut deh sama guru yang ngajarin aku nulis waktu itu, beliau bener-bener sabar:”)))

Bahkan nih ya, disaat temen-temenku yang lain udah boleh istirahat keluar kelas karena sudah selesai, aku masih dikelas saking nggak mau nulis:”). Akhirnya, karena putus asa, aku mulai iseng nyoba nulis dengan tangan satunya, alias tangan kiri, dan voilaaa! Lancar banget deh. Ini tangan berasa jodoh aja gitu sama pensil. Karena Bunda waktu itu emang ngewanti-wanti nggak boleh nulis pakai tangan kiri, jadi aku sembunyiin buku latihannya di bawah meja. Dan akhirnya aku nulis diam-diam dibawah meja pakai tangan kiri:’)

Aku lupa bagaimana reaksi orangtuaku begitu mereka tau aku kidal, kayaknya sih nggak kaget-kaget banget. Walaupun memang agak janggal, karena orangtuaku dua-duanya righthanded. Atau dengan kata lain, nggak ada silsilah keturunan sama sekali. Untungnya, tulisanku sangat-sangat bisa dibaca untuk ukuran anak seusiaku waktu itu. Ya lumayan rapi. Rapi banget malah hahaha. Mungkin itu sih kenapa mereka membiarkanku menulis dengan tangan kiri.

Kendala demi kendala mulai aku rasakan begitu aku masuk SD kelas 1. Pertama, begitu aku nulis dibuku tulis, semuanya pada nanya “Ih kamu kidal, ya?” atau, “Ih anak kidal bagus ya tulisannya,” percaya deh, aku udah kayak spesies asing yang nyasar ke muka bumi karena ditanyain terus:’). Nggak guru, nggak temen, sama aja semua. Kendala lain juga kerap terjadi ketika pelajaran olahraga tiba. Mulai dari memegang raket, dribble bola basket, bahkan menendang bola selalu kulakukan dengan tangan dan kaki bagian kiri. Walaupun dalam kasus bola basket, tangan kanan juga bisa kugunakan dengan baik (mungkin karena basket adalah olahraga favoritku)

Dimulai dari SD juga aku mulai menyadari kelemahan lain yang cukup merepotkan: aku susah membedakan kanan dan kiri. Hahaha, serius deh. Aku tidak tahu apakah hal ini berlaku pada anak kidal lainnya tapi aku lumayan kesusahan. Bahkan sampai sekarang kalau aku menggonceng temanku naik upi, terkadang mereka harus memberitahu yang mana kanan yang mana kiri. Membedakan left dan right saja baru bisa kulakukan beberapa tahun terakhir.

Hmm, masalah lain terkadang tidak berhenti padaku saja. Ada yang sampai berdampak pada teman sebangkuku juga. Kalian pernah nggak sih, duduk bersebelahan dengan orang kidal ketika sedang menulis? Pasti kalian kesal kan, kalau disikut terus? Hahaha. Memang itu yang sering terjadi. Apalagi kalau aku duduk di sisi sebelah kanan, tidak terhitung berapa kali aku harus perang sikut dengan semua teman sebangkuku. Yang paling parah mungkin teman sebangkuku SMA sejak kelas 11. Teruntuk Egal, maaf karena sering menyikutmu sewaktu menulis ketika aku kesal. Hahaha. I love you my dearest friend.

Kupikir, cobaan hidup akan berakhir begitu aku lulus sekolah. Namun ternyata perkiraanku yang sotoy ini salah besar. Selama kurang lebih 5 tahun mengikuti bimbel di luar sekolah, bagaimana bisa aku melupakan fakta bahwa kursi yang ada di tempat bimbel adalah kursi yang sama dengan yang ada di kebanyakan Universitas? For me, this chair is such a disaster. Sempat terpikir olehku jangan-jangan pencipta kursi ini memiliki dendam pribadi terhadap oknum orang kidal.


Oh, jangan lupakan fakta bahwa menulis di papan tulis juga bukan sesuatu yang kulakukan dengan senang hati. Pasrah hati iya. Bagaimana tidak kesal kalau setiap kali menulis selalu ada bekas spidol menempel disisi tangan? (Terkecuali jika aku harus menulis huruf arab) daaaann hal yang sama tentu saja berlaku ketika aku menulis dengan pulpen yang bertinta tebal dan agak-agak bocor. Hadeuuuh, jadi jorok deh ini tangan.


            Aku juga kesusahan jika harus menulis pada binder atau buku apapun itu yang ada ring besar ditengah (yang kecil saja sudah sangat terganggu, apalagi yang besar). Mulai kecil, tak jarang aku membeli notebook yang lucu-lucu gemesin tanpa sekalipun ingat bahwa aku tidak akan pernah nyaman menulis di buku yang seperti itu. Kecuali.. bukunya kubalik. Hahahah. Menulis dengan kondisi buku terbalik adalah solusi tercepat yang tidak jarang kulakukan.

            Dan dari semua kesusahan-kesusahan yang kualami diatas, mungkin aku harus memberi penghargaan kepada bagian orang-orang yang kerap bertanya “Kamu kidal?” sebagai pemenang nominasi ‘hal-yang-paling-mengganggu-orang-kidal-versi-ismi’. Jadi, buat kalian yang sering bertanya-tanya mengenai kekidalanku, selamat. You’re the best annoyer ever exist. (Is that even a word?)



Sebagai penutup, aku cuma ingin bilang, mungkin aku tidak seberuntung beberapa orang kidal lain yang mengalami ambidextrous (kemampuan menggunakan kedua sisi dengan baik dan benar). Karena pada nyatanya, aku hanya bisa menggunakan sedikit dari banyak hal yang lancar dengan tangan kananku. Tetapi, aku ingin berterimakasih kepada Tuhan karena sudah menganugerahiku tulisan yang rapi walaupun aku kidal:’) Karena kalau boleh jujur, fakta bahwa tulisanku lumayan rapi inilah yang membuatku merasa kondisi kidal ini lebih adil:’)


Jadi, sudah menemukan kelebihan yang membuat kekuranganmu terasa sedikit lebih adil hari ini?

4 Februari 2019
Si Anak Kidal, Ismi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian Lima Belas: Surat yang Tidak Pernah Kamu Baca

Bagian Tujuh Belas: Efek Samping Kehilangan

Bagian Delapan Belas: Perihal Krisis Seperempat Hidup