Bagian Dua: Aku, Insomnia, dan Indomie



Duh, liburan semester kuliah pertamaku telah tiba. It’s not that special tho, really. Dari minggu kedua dibulan Desember UAS—Ujian Akhir Semester—ku sudah selesai lalu dilanjut libur sampai awal Februari. Mungkin bagi teman kuliah seperjuanganku yang merantau—apalagi yang tempat asalnya jauh, momen liburan seperti ini adalah momen yang ditunggu-tunggu guna melepas rasa homesick dan bertemu keluarga. Tapi tidak dengan mahasiswa asli daerah sepertiku!

Liburan yang lumayan panjang—tapi tidak panjang-panjang amat—seperti ini adalah 50:50 bagiku. Disatu sisi, aku bisa lepas dari semua tugas dosen yang sedikit banyak memusingkan kepala, aku juga bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk me-time yang susaaaah bukan main kulakukan ketika hari aktif kuliah. Namun disisi lain, liburan seperti ini tak selamanya membawa dampak positif, apalagi bagi seorang pengidap insomnia akut sepertiku. Dan salah satu dampak dari liburan panjang adalah ... ajang menggendutkan diri! Hahaha.

Pusing, pusing, pusing. Bagaimana tidak gendut, kalau setiap hari tidur tidak teratur. Kalau sudah tidur tidak teratur, jangan harap jadwal makan juga teratur.

Mimpi!

Aku tidak ingat pasti kapan insomnia mulai menyerangku, kalau tidak salah ingat mungkin sejak SMP kelas satu. Ketika itu aku sedang doyan-doyannya membaca fanfiction online dan bermain twitter sampai menjelang pagi. Aku ingat betul, saking frustasinya dengan jadwal tidur, aku sampai konsultasi ke Guru PPL Bimbingan Konseling waktu itu.

Jadwal tidurku semakin mengeramput lagi ketika aku mulai gila dengan drama korea. Bayangkan saja, drama serial yang rata-rata berjumlah 20 episode (durasi ± 20 jam) dapat kuselesaikan dalam rentang waktu sehari setengah saja. Dari pagi sampai tembus pagi. Itu juga sudah termasuk tidur, makan, dan buang air.


Kemudian daftar penyebab insomniaku diperpanjang ketika aku mulai rajin membaca wattpad. Oh jangan ditanya berapa lama waktu yang kubutuhkan ketika aku menulis seperti ini. Mungkin bisa memakan waktu sampai adzan subuh berkumandang karena menulis membutuhkan waktu berjam-jam. Itu juga baru menulis, belum terhitung durasi menentukan topik, mengecek imbuhan yang kurang, dan membaca ulang. Tidak secepat membaca tulisan biasa yang hanya memerlukan mata—walaupun terkadang juga memerlukan otak untuk mencerna kalimat yang terlalu berat.


Diperparah karena aku juga punya beberapa teman se-per-insomnia-an yang kerap menemaniku di malam sampai tembus subuh hari. Dan dari semua pengalamanku melakukan 3AM conversations, aku merasakan betul perbedaan topik pembicaraan ketika melakukannya di jam-jam segitu dengan di pagi/siang hari.

People used to say ... late night deep conversations.

 Memang, deep convos selalu bisa dilakukan kapan pun, tidak mesti di malam hari. Hanya saja sunyinya malam—karena orang rumah lainnya sudah terlelap—menambah sensasi berbeda tersendiri.


A quote once says:



Which I'm totally agree and it's relatable.

Karena aktivitas-aktivitas bergadang yang kulakukan, tentu membuatku kerap kali diserang rasa yang paling tidak kuinginkan ... apalagi kalau bukan lapar. Dan solusi terbaik untuk mengganjal perut di malam hari tidak lain tidak bukan ... indomie! Anyway, tiga hari lalu aku baru mencicipi Indomie goreng rasa Mie Aceh—aku lupa nama persisnya.

And I’ve been in love at the very first bite!

Namun sayang seribu sayang, karena tiga hari lagi hendak tahun baru dan aku sudah berjanji kepada diriku sendiri untuk menuntaskan resolusi yang gagal ditahun ini (re: diet) membuatku mau tidak mau mengurungkan niat untuk menyetok beberapa bungkus indomie aceh dengan telor.

Hmm menulis ini saja membuat perutku keroncongan.

How nice.

Berbagai cara telah kucoba guna menghilangkan kebiasaan insomniaku ini. Mulai dari olahraga: aku pernah nge-gym sampai setengah mampus dengan harapan agar bisa tidur lebih cepat namun nihil, aku tetap saja tidur diatas jam 12 walaupun tubuhku rasanya remuk bukan main. Berkali-kali juga aku meng-install aplikasi lagu penghantar tidur, berjam-jam kudengarkan, namun tetap saja mataku enggan menutup. Dan salah satu cara lain mengatasi insomnia yang kubaca di internet adalah dengan meminum susu. Tentu saja sudah kulakukan namun hasilnya tetap tidak ada perubahan yang signifikan.

Sampai akhirnya aku menemukan cara terbaik untuk menghantarkanku kepada rasa mengantuk:

Belajar.

Hahaha! 

Aku serius! Belajar membuatku sangat-sangat cepat menguap ketimbang aktivitas lain bahkan nge-gym sekalipun! Ditambah mempelajari mata pelajaran yang tidak kusukai ... aku jamin kurang dari lima menit saja mataku sudah terlelap dengan cantik.

Ternyata kunci dari rasa insomniaku adalah tidak melakukan aktivitas yang kusukai–seperti membaca, olahraga, menulis, mendengarkan lagu, dan sebagainya—namun melakukan hal yang sebaliknya alias aktivitas yang membuatku cepat bosan seperti belajar dan lain-lain.

Hahaha.

Tentu saja mengidap insomnia sejak lama seperti ini membawa beberapa efek samping—tidak terlalu parah memang, namun cukup membuat orang lain kesal. Hahaha. Salah satunya adalah karena aku harus membayar hutang tidurku di pagi hari.

Efek ini tidak terlalu kurasakan ketika SMP—karena kebanyakan guru SMP-ku tergolong killer, aku jadi takut ingin tidur di dalam kelas—namun ketika beranjak SMA ...

 Parah cyin!!

Aku ingat betul saking mengantuknya aku, aku tidak sengaja  tertidur di kolong meja (dibarisan belakang) padahal ada guru yang sedang mengajar waktu itu—maafkan saya Bapak:’). Itu terjadi bukan sekali dua-kali, belum lagi dihitung dengan aku yang tidur terang-terangan di atas meja. Sayang seribu sayang kebiasaan satu ini tidak bisa kulakukan ketika kuliah karena keterbatasan meja dan kursi kampus yang tidak mendukung untuk tidur.

Duh, jadi kangen masa SMA.

Beruntung ketika kuliah jadwalku tidak terlalu padat dan hanya ada dua hari (di semester satu, maklum masih maba) yang mengharuskanku bangun lebih pagi. Dan lebih beruntungnya lagi ketika dosen pagi itu sering tidak masuk kelas hahaha.

I love FISIP so much.

Dan ketika jamkos, aku bisa langsung pulang dan tidur di rumah ketika tidak ada kegiatan organisasi—tidak ada ranjang yang lebih nyaman dibanding ranjang milik sendiri bukan?

Berhubung jam sudah menunjukkan pukul 4 dini hari dan aku sudah mulai menguap manja, mungkin hanya ini yang bisa kuceritakan tentang dunia per-insomnia-an ku. Sampai jumpa ditulisanku yang berikutnya!

28 Desember 2018
Yours Truly, Ismi♥

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian Lima Belas: Surat yang Tidak Pernah Kamu Baca

Bagian Tujuh Belas: Efek Samping Kehilangan

Bagian Delapan Belas: Perihal Krisis Seperempat Hidup