Bagian Satu: Kontradiksi Perihal Cinta Pertama




Cinta. Satu kata sejuta cerita. Cinta memang seakan tiada habisnya untuk dibahas. Dikatakan demikian karena tiap orang memiliki cerita dan alur yang berbeda--yang sudah ditulis sedemikian rupa indahnya oleh Tuhan. Aku sendiri tentu pernah mengalami cinta, walau mungkin belum semua cerita sempat kurasa. Dan berbicara tentang cinta, pasti tidak jauh-jauh dari Cinta Pertama atau dalam bahasa inggrisnya ... First Love.

Menurut pandangan orang-orang, cinta pertama kerap dikatakan sebagai cinta yang paling memorable atau berkesan, mungkin karena suatu hal yang kita alami untuk pertama kalinya lebih mudah masuk dan diserap otak dengan baik. Segala rasa, tindakan, ucapan, atau apapun yang kita alami bersama cinta pertama kita, terpatri dengan begitu indahnya bahkan katanya, mampu membentuk sebuah bilah sendiri di hati yang khusus menyimpan semua kenangan akan cinta pertama. First love never dies, they said.

Sebegitu indah dan istimewanya, pertanyaan-pertanyaan seputar “Siapa cinta pertamamu?” masih banyak kita temui. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, cinta yang terakhir kali kita rasakan pada nyatanya jauh lebih segar diingat dibanding cinta pertama yang sudah lama dikenang bukan? Bahkan ada juga yang mengatakan--menurutku ini tak lebih dari sekedar bualan--bahwa cinta pertama kerap kali gagal. Bagaikan hukum alam kalau cinta pertama itu kemungkinannya kecil untuk berhasil. Namun kenyataannya, tak sedikit pula pasangan yang menikahi cinta pertama mereka. Seperti yang kukatakan di awal, semua sudah ditulis sedemikian rupa indah dan rapinya oleh Tuhan. 

Ada satu kutipan berbahasa inggris perihal cinta pertama yang sangat kusukai:




Berbicara mengenai kutipan yang kusematkan di atas, kalau dari diriku pribadi tentu aku akan mengakui: Ya. Aku pernah mengalami cinta yang sebegitu hebatnya, yang bahkan mampu membuatku membandingkan tiap-tiap cinta lain yang datang menghampiriku. Tetapi aku tidak menyebutnya cinta pertama, aku sedikit meragukan kalau perasaan sehebat itu mampu disebut sebagai cinta pertama.

Dan sekarang, aku akan mengungkapkan perihal kontradiksi* yang kumiliki tentang cinta pertama. Disini aku tidak akan membahas mengenai setuju atau tidak setuju, benar atau salah anggapan tentang cinta pertama. Itu semua kembali ke perspektif kalian masing-masing, aku hanya akan memaparkan alasanku saja.

Menurutku tidak ada yang namanya cinta pertama. Karena bagiku, semua cinta adalah cinta pertama. Dikatakan demikian karena kita jatuh cinta selalu dengan orang yang berbeda, entah itu dari segi fisik, kebiasaan, maupun perilaku. Poinku begini, semisal hari ini aku mencintai orang dengan fisik demikian dengan sifat yang demikian. Besok aku mencintai orang lain dengan fisik dan sifat yang berbeda dari orang yang kucintai kemarin. Bagaimana? Sudah cukup bingung?

Aku sendiri bisa dibilang susah jika diminta mengingat siapa cinta pertamaku, bukan karena banyaknya pengalaman cinta yang membuatku lupa siapa orang yang pertama, namun perasaan ‘baru’ dengan orang yang berbeda membuatku susah menentukan siapa sebenarnya cinta pertamaku sendiri. Percaya deh, berkali-kali kucoba memikirkan namun jawabannya selalu nihil. Bagai sungai tak berujung.

Dan kalau ada yang bertanya, cerita cinta manakah yang paling berkesan dan membekas padaku, aku akan menjawab: cinta yang belum sempat dimulai.

Perihal cinta yang belum sempat dimulai ... mungkin akan kutulis dilain kesempatan, terimakasih sudah membaca!

24 Desember 2018
Written with love, ismi.



_________________________________________________________________________________

*kontradiksi/kon·tra·dik·si/ n pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagian Lima Belas: Surat yang Tidak Pernah Kamu Baca

Bagian Tujuh Belas: Efek Samping Kehilangan

Bagian Delapan Belas: Perihal Krisis Seperempat Hidup